![]() |
| ilustrasi |
Penduduk Tanah Datar (terutama dari empat kecamatan yaitu Sungai Tarab, Pariangan, Lima Kaum, dan Rambatan) telah menyelenggarakan acara ini selama berabad-abad untuk merayakan masa panen padi. Acara ini juga diiringi pesta desa dan budaya yang disebut alek pacu jawi. Belakangan, acara ini menjadi atraksi wisata yang didukung pemerintah, dan menjadi objek fotografi yang mendapatkan berbagai penghargaan di bidang fotografi. Sejak 2020, pacu jawi diakui secara resmi oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda khas Indonesia dalam bidang Seni Pertunjukan yang berasal dari Sumatra Barat.
Latar belakang
![]() |
| Pacu Jawi pada 1906 |
Pacu jawi telah diselenggarakan sejak berabad-abad lalu, termasuk sebelum kemerdekaan Indonesia, dan berawal dari perayaan dan hiburan panen untuk warga desa. Dulunya, acara ini hanya diadakan dua kali setahun, tetapi siklus panen yang semakin pendek memungkinkan acara ini diselenggarakan dengan lebih sering lagi. Pada tahun 2013, nagari-nagari Tanah Datar bergiliran menyelenggarakannya setiap dua bulan, dan tiap giliran terdiri dari empat acara yang diselenggarakan pada hari Rabu atau Sabtu.
Permainan
![]() |
| Sapi pacu jawi berlari di lintasan di hadapan penonton. |
Sapi-sapi ini terlatih untuk mulai berlari saat diberi aba-aba yaitu saat alat bajak yang terikat sudah menyentuh tanah dan diinjak seseorang. Sang joki dapat berdiri dan mengendalikan sapi-sapi ini dengan cara memegang ekor kedua sapi, tanpa menggunakan pecut. Tali yang mengikat kedua sapi ini dibuat longgar, sehingga sapi-sapi tersebut sering berlari dengan arah atau kecepatan yang berbeda. Sang joki dituntut untuk mengendalikan sepasang sapi agar tidak berpisah dan bisa berlari lurus sampai ke finis, sambil berusaha agar ia sendiri tidak terjatuh.
![]() |
| Seorang joki menggigit ekor sapinya agar berlari lebih cepat. |
Tidak jarang terjadi cedera, terutama pada para joki. Tidak ada pemenang yang dinyatakan secara resmi, tetapi penonton umumnya menilai sapi-sapi ini berdasarkan kecepatan, kekuatan, dan kemampuan berlari lurus. Menurut tradisi, kemampuan berlari lurus ini penting untuk mengajarkan filosofi bahwa yang paling dapat dihargai, bukan hanya untuk sapi tetapi untuk manusia, adalah yang dapat mengikuti jalan yang lurus (Minang: luruih). Memiliki sapi yang dianggap tangkas dalam pacu jawi adalah sumber kebanggaan bagi warga setempat. Selain itu, sapi-sapi yang dinilai baik oleh penonton dapat meningkatkan nilai jualnya hingga dua atau tiga kali lipat harga biasa. Keuntungan finansial ini adalah salah satu motivasi penting untuk para peserta.
Sebuah acara pacu jawi dapat diikuti ratusan sapi, termasuk sapi dari nagari tuan rumah maupun dari nagari-nagari lainnya. Dinas Pariwisata Tanah Datar kini menyediakan dana dan truk untuk mengangkut sapi. Sebelum keterlibatan pemerintah, peserta dan sapi-sapinya dapat berjalan kaki hingga 50 kilometer (sering hingga semalaman). Saat acara berlangsung, sapi-sapi yang tidak sedang berpacu ditambatkan di sebidang tanah, biasanya dekat garis finis. Keberadaan sapi-sapi ini konon membantu sapi yang sedang berpacu untuk lebih cepat, karena ingin berkumpul dengan teman-temannya.
Pesta
Acara pacu jawi diiringi dengan sebuah pesta desa (alek nagari) yang disebut alek pacu jawi ("pesta pacu jawi"). Pesta ini sering melibatkan sapi yang didandani suntiang (perhiasan kepala khas Minangkabau), permainan musik seperti gendang tasa dan talempong pacik, tari piring, pasar dadakan, permainan tradisional, panjat pinang, dan lomba layang-layang. Sebelum keterlibatan pemerintah, warga setempat melakukan urunan untuk menanggung seluruh biaya acara, tetapi sekarang sebagian biaya ditanggung Dinas Pariwisata Tanah Datar.
Fotografi
Pacu jawi menarik minat fotografer nasional maupun internasional, dan beberapa foto dari acara ini telah memenangkan berbagai lomba foto. Faktor yang menambah daya tarik fotografi dalam acara ini di antaranya aksi berkecepatan tinggi, cipratan lumpur yang berterbangan, serta postur dan ekspresi wajah joki yang khas. Selain itu, Tanah Datar juga dikenal dengan pemandangan alamnya, termasuk Gunung Marapi, daerah perbukitan, hutan belantara, serta sawah-sawah. Untuk mengambil foto yang bagus, para fotografer sering harus mendekat ke lintasan, dan mengambil risiko terkena cipratan lumpur atau tertabrak sapi. Foto-foto pacu jawi telah menerima berbagai penghargaan seperti World Press Photo of the Year, Hamdan International Photography Award, serta Digital Camera Photographer of the Year oleh koran The Daily Telegraph.





-Bijaklah dalam berkomentar.
-Silakan Komen untuk melengkapi info penting dalam artikel GGB.